Mengenai Saya

Foto saya
hidup penuh dengan mimpi

Sabtu, 02 April 2011

kisah anak jalanan

Berjalan dalam rimba yang tak nyata, menapaki jejak orang-orang bergantian, hilir mudik mencari dan meraih harapannya. Dia terdiam ketika mereka hampir menabraknya, nyaris menginjak dan menendangnya. Langkah mereka memang begitu pasti, hingga dia luput dari perhatian mereka, yang mengayunkan kaki hingga mendekati telinganya, yang masih tertidur dalam sudut pertokoan itu.
Siapa dia mereka tak tau, darimana dia mereka tak juga menyadarinya, untuk apa dia ada juga tak ada yang memperduliakannya. Dia adalah dia yang tak nyata diantara keberadaan mereka. Tanpa arti dalam kehadirannya yang suram, dengan sejuta beda yang nampak darinya pada mereka.
Kehidupan itu begitu sederhana baginya, kecil dalam kesehariannya yang tak banyak berubah. Harapannya yang tak banyak ketika menjelang pagi, bergati siang dan tetap sama, itu-itu saja. Hari ini adalah hari yang sama, seperti hari hari seblumnya, dan begitupun esok, tak ada harapan hari itu berubah, sama saja.
Nalurinya mengisi perut, keinginannya tidur di malam hari, adalah sama seperti sebelumnya. Hingga berganti tempat mengemis, berlainan sudut pertokoan berteduh, tak juga mengganti keinginannya.
Dia berteman, memiliki sahabat, saudara dan adik kakak, namun entah dimana, dan seperti apa wajahnya dia tak tau. Sesekali dia merasa, orang yang berhadapan itu adalah ayahnya.Terkadang ia bergumam, mungkin wanita yang berjalan itu adalah ibunya. Dan semua perasaan itu hilang dengan sendirinya, bagai angin lalu yang mencoba menghapus ingatan, bahwa dia masih bagian dari mereka. Masih sebagai manusia.
***
Gontai berjalan
Seakan merangkak ketika kakinya lelah melangkah
Diantara kaki kirinya yang selalu terseret
Oleh Irama langkah kaki kanannya yang berjalan normal
Mengais makanan dari sisa mereka
Mengumpulkan remahan yang tak bisa dibilang nikmat
Karena meminta terlalu tabu
Karena meminta begitu hina baginya
Bahkan ketika kekurangan dalam tubuhnya mengingatkan
“kau harus mengemis”
Begitu jijik mereka memandang
Membuang pandangan sambil meludah
Tepat dari hadapannya yang kini masih terduduk
Dalam pakaian yang tak terganti entah berapa lama
Sesekali ia meratap
Terkadang dia juga menangis
Mengingat dirinya yang tak berdaya
Melawan harapan yang begitu besar di hatinya
Karna dia ingin tunjukkan
Karena dia ingin mengatakan
Bahwa dia juga manusia
***O***
Dari sekian kepedulian, diantara begitu banyak tidakan yang dilakukan, tersebutlah lelaki yang baik hati, kini dia yang merawatnya. Karena kepedihan dia begitu terasa, kekurangan dan ketidak tahuan dia sudah tak bisa disembunyikan. Hanya saja, sesekali orang lain bersembunyi karena melihatnya. terkadang menutup mata dan menepiskan pandangan, ketika melihat si pincang itu berjalan tertatih.
Awalnya memang begitu sulit, terlalu mustahil dalam kesedarhanaan rumahnya itu, untuk menambah penghuni lagi, apalagi yang akan menjadi anggota baru adalah seorang gembel kecil yang pincang itu.
Pada saat itu kenaikan harga dan ketidak pastian segalanya menjadi alasan,istilah moneter memang begitu bergema, hingga tukang becak sampai anak anak yang berlarian pun sesekali terdengar berteriak. “Moneter
“apa sih yang ayah pikir baik tentang dia, aku sih tidak melarangnya, ayah mau peduli sama dia. Tapi coba pikir pikir kembali, dia itu cuma anak jalanan, kotor bau dan tak berpendidikan, tak punya sopan santun lagi, jangan jangan dia malah mencuri barang di rumah kita nantinya”
“sabar bu, ayah juga mengerti perasaan ibu, pasti kekhawatiran itu ada, memang dia mungkin memiliki kebiasaan yang tidak baik, dan sikapnya yang tidak perpendidikan itu memang wajar. Toh dia kan memang tidak berpendidikan”
“iya ibu mengerti, terus mau diapain dia disini?”
“nah itulah bu, ayah mau mencoba mengajarkan dia melukis, atau apa saja yang penting dia bisa berguna, minimal bagi dirinya sendiri. Dan yang pasti ayah ingin dia merasakan bagaimana memiliki keluarga, kasian dia kan bu, udah cacat gak punya tempat tinggal, dan dianggap sampah oleh siapapun yang melihatnya. Coba ibu bayangkan, seandainya anak kita atau saudara kita, atau bahkan kita sendiri berada dalam posisinya, pasti akan sangat terpuruk. Semoga saja niat ayah untuk merawat anak jalanan ini ada yang menirunya. Kasian bu terlalu banyak anak jalanan yang mengalami kekerasan, dan yang pasti mereka butuh kasih sayang dan perlindungan dari kita”
“hmmm, itulah yang dulu buat ibu makin cinta sama ayah, karna waktu kuliah dulu ayah sangat antusias menggalakan kepedulian terhadap anak jalanan”
“ah ibu bisa aja, ayah jadi malu nih, ayah jadi ge er”
“haiyah, ayah ini pake berlagak malu malu kucing segala, inget tuh ama uban yah,kumis aja udah ada ubannya, kok masih aja kaya ABG begitu, hehe”
Dan obrolan itupun berakhir dengan hangat, sehangat teh yang disajikan di Minggu sore itu. Wajah si suamipun tersenyum lepas, dengan gurauan yang sangat akrab, sambil menunggu kedua anaknya yang sejak siang tadi berbelanja kebutuhan calon keluarga barunya. Si pincang yang anak jalanan itu.
Sebuah kamar yang telah dipersiapkan seminggu sebelumnya, bukanlah kamar yang baru, karena itu memang di pergunakan sebelumnya. Sebuah lemari pakaian berwarna biru itulah yang baru, dan kini telah dilengkapi dengan beberapa pakaian, yang sebagian besar adalah pakaian yang jarang di pakai oleh anak keduanya. Anak keduanya inilah yang sangat antusias mendengar ayahnya akan merawat anak jalanan itu, hingga ia merelakan berbagi kamar dengan dia. Selain itu, celengan ayam jagonyapun tadi pagi di pecahkan bersama, dan setelah itu iapun berniat membelikan baju serta sepatu baru untuk keluarga barunya sekolah nanti.
***
Sepuluh tahun berlalu, kini tak lagi anak keduanya berbagi kamar, dan rumah itu memang tak lagi di huni mereka. Kini disana tinggallah beberapa anak jalanan yang sejak tiga tahun lalu ditampung dan di beri pelajaran setiap harinya.
Sedangkan si Pincang dan keluarga barunya sepuluh tahun yang lalu, kini berada di sebuah perumahan, sebagai permintaan si Pincang yang membelikan mereka perumahan baru, dengan uang dari hasilnya menjual lukisan. Rumah tempat mereka tinggal dulu kini dijadikan pemukiman pengurus yayasan, yang menangani beragam permasalahan anak jalanan.
Rumah tempat mereka tinggal itu memang tidak di berikan keluarga itu Cuma Cuma, karna si Pincanglah yang mengganti semuanya, adapun perumahan baru yang kini di huni mereka, adalah semata mata hadiah saja sebagai ucapan terima kasih karna telah mengurus dan mendidiknya selama ini.
Awalnya si pincang tinggal di sekretariat yayasan, namun, karna rasa kekeluargaan mereka sudah selayaknya keluarga seutuhnya, si Pincangpun kini tinggal bersama mereka. dan membeli lagi rumah disamping rumah itu sebagai tempatnya berkarya, membuat lukisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar